Sudah
banyak orang yang sadar akan pentingnya pendidikan bagi kehidupan manusia.
Peningkatan kesadaran tersebut tidak di dorong oleh kualitas yang baik dari
hasil pendidikan. Orang yang sekarang sadar tersebut tidak memahami inti dari
pendidikan yang sebenarnya. Kebanyakan orang yang sedang menjalani pendidikan
pastilah ingin cepat lulus dan mendapatkan nilai yang baik. Setalah mendapat
ijazah ingin bekerja di tempat yang layak dan bagus setelah itu ingin menjadi
kaya. Kemana inti pendidikan yang sebenarnya? yang mengutamakan ilmu bukan
nilai dan cepat lulusnya kemudian bekerja lalu menjadi kaya.
Al
quran dalam surat Al Mujadallah ayat 11 menyatakan Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Ditinggikan
dalam arti bahwa dengan ilmu masalah yang ada dapat di atasi. Jadi orang yang
berilmu pasti dapat mengatasi masalahnya dengan baik dan tidak merugikan orang
lain. Tidak seperti pejabat kita yang sering kita lihat di televisi yang merugikan
banyak orang dengan melakukan korupsi.
Para
pejabat di tingkat yang tinggi kemudian tidak dapat melaksanakan tugasnya
dengan baik merupakan dampak kualitas pendidikan yang kurang baik. Para pejabat
melaksanakan tindakan korupsi yang merugikan bangsa serta masyarakat. Seperti
saat sekolah dulu ingin cepat lulus dengan nilai yang tinggi, sifat ini terbawa
saat kerja yaitu ingin cepat kaya dengan usaha yang sedikit akhirnya melakukan
tindakan pidana korupsi. Ada pula yang bilang karena cerita anak-anak tentang
“si kancil” menyebabkan masyarakat Indonesia suka korupsi. Sebenarnya cerita si
kancil itu mengandung arti yang baik jika tidak ditelan mentah-mentah makanya
dalam setiap pembelajaran harus ada guru yang membimbing. Si kancil cenderung
diartikan licik bukan cerdik inilah yang sepertinya sudah melekat di benak
masyarakat Indonesia. Dalam pendidikan harus dipilah mana yang baik dan yang
jelek yang baik untuk ditiru dan yang jelek tidak untuk ditiru. Di situlah
tugas guru berperan sebagai pembimbing, teman, kakak, orang tua agar dapat
mengarahkan anak ke hal-hal yang positif.
Hal
utama yaitu mental-mental korup itulah yang harus dihilangkan dari dunia
pendidikan, bukan justru dari pendidikanlah hal negatif tersebut terjadi. Tidak
perlu menyalahkan orang lain yang terpenting saat ini adalah bagaimanakah cara
meningkatkan mutu pendidikan dan menciptakan manusia-manusia indonesia yang
berilmu dan berbudi pekerti luhur?
Pengertian
Pendidikan
Menurut
Ki Hajar Dewantara Pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk memajukan
tumbuhnya budi pekerti (kekuatan bathin, karakter), pikiran (intelek), dan
tubuh anak. Dalam pengertian ini Ki Hajar Dewantara justru menitik beratkan
pendidikan terhadap budi pekerti (Kekuatan Bathin dan karakter).
Undang-undang
sistem pendidikan Nasional menyatakan bahwa adalah usaha sadar dan terncana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepriadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dalam pengertian ini
sudahlah sangat jelas tentang arti pendidikan, di dalam pendidikan ada akhlak
mulia serta kamampuan yang diperlukan oleh masyarakat, bangsa dan negara.
dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan usaha yang dilakukan secara sadar oleh
manusia untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya dan bermanfaat bagi dirinya
sendiri, masyarakat, bangsa dan =negara. Jika usahanya dikarenakan paksaan dari
seseorang bukan karena kemauannya sendiri maka belum dapat dikatakan sebagai
pendidikan.
Pemaksaan
inilah yang terkadang membuat orang yang dididik tidak dapat menerima ilmu yang
disampaikan pendidik secara utuh. Ilmu yang di terima hanya sepenggal-sepenggal
sehingga dalam penerapannya di dalam kehidupan pastilah banyak terjadi
kekeliruan. Salah satu contohnya yaitu para pejabat yang melakukan korupsi.
Pendidikan itu sendiri
dapat diartikan sebagai sebuah sistem yaitu ada input (masukan) kemudian di
proses dan ada output (keluaran) setelah diproses. Masukan dalam hal ini dapat
berupa peserta didik, pendidik, kurikulum, gedung sekolah, sarana pembelajaran
dan yang lainnya. Sedangkan keluaran meliputi hasil belajar, keterampilan, dan
sikap siswa.
Penilaian
banyak orang terhadap pendidikan pastilah tertuju pada keluaran atau output.
Jika output jelek maka proses pendidikan tersebut jelek. Kejelekan output
tersebut banyak faktor yang mempengaruhi, terutama dari masukan yang diperoleh.
Jika masukan seperti siswa yang mempunyai tingkat kepandaian di atas rata-rata,
guru yang pandai, fasilitas yang lengkap maka setelah diproses outputnya pasti
akan bagus. Apabila masukannya siswa yang bagus tetapi gurunya tidak bagus
serta fasilitasnya kurang lengkap maka hasil keluarannya pun belum tentu baik.
Karena
didorong oleh keinginan yang kuat agar output menjadi baik maka banyak sekolah
(lembaga pendidikan) yang hanya berlomba untuk mendapat nilai yang baik saat
UN. Terbuktilah dengan adanya kecemasan, kecurangan, bahkan keterlambatan
pencetakan menunjukkan bahwa pendidikan di indonesia tidak masih jauh dari
harapan.
Pendidikan di indonesia
dianggap terlalu mengarahkan pada ranah kognitif saja sehingga menyebabkan
banyak orang yang pandai tetapi kepedulian terhadap lingkungan sosial
masyarakat sangat rendah. Padahal pendidikan seharusnya menyangkut tiga ranah
kognitif, afektif, dan psikomotor. Hal tersebut merupakan dampak dari
pendidikan yang secara tidak langsung membentuk anak menjadi sebuah bentuk tertentu,
dalam hal ini adalah kurikulum pendidikan. Kurikulum seperti mesin cetak yang
nantinya anak akan menjadi seperti cetakan kurikulum.
Kurikulum harus ditaati
oleh guru saat melaksanakan pembelajaran, sehingga guru terlalu mengejar apa
yang tertulis di kurikulum. Hal yang cukup penting yang didapat melalui
hubungan sosial seperti sikap budi pekerti sedikit terlupakan.
Wahai para guru
janganlah selalu mengejar materi sesuai dengan kurikulum saja
perhatikanlah sikap dalam bersosialisasi
dan budi pekerti peserta didik yang anda didik. Lebih baik lagi apabila anda
mengajarkan budi pekerti luhur serta sikap moral yang baik dengan pencapaian
kurikulum yang tepat.
Belajar
sejati adalah belajar yang berpusat pada anak, guru tidak berlaku seperti
pawang atau komandan militer yang harus selalu dituruti perintahnya melainkan
teman, kakak yang membantu siswa dalam
belajar. Anak dibiarkan bebas bertanya dan mencari apa yang ingin ia ketahui
dari kehidupan sehari-hari. pertanyaan-pertanyaan di jawab bersama-sama dengan
bimbingan dari guru.
Faktor
yang cukup penting dalam proses pendidikan adalah guru oleh karena itu guru
haruslah mempunyai sikap-siakp yang baik. Berikut ini beberapa perilaku guru
yang digolongkan ke dalam moral-etika atau budi pekerti luhur yang wajib
dimiliki seorang guru:
Berlaku jujur, Bersikap
adil terhadap siapapun, Cinta kepada kebenaran, Bijaksana, Suka memaafkan,
Tidak pembenci dan pendendam, Mau mengakui kesalahan sendiri, Ikhlas berkorban,
Tidak mementingkan diri sendiri, Menjauhkan diri dari perbuatan terccela.
Seorang guru yang baik
juga harus memiliki empat kompetensi seperti berikut:
a.
Kompetensi pedagogik\
Yaitu
kompetensi guru dalam memahami peserta didiknya secara mendalam untuk
mengembangkan strategi model dan metode agar pembelajaran dapat berjalan dengan
lancar dan hasilnya maksimal.
b.
Kompetensi kepribadian
Yaitu
kompetensi yang harus dimiliki guru secara pribadi, seorang guru haruslah
memiliki kepribadian yang baik.
c.
Kompetensi profesional
Yaitu
kompetensi yang berkaitan dengan tugas guru sebagai pendidik, misalnya guru
harus menguasai materi yang pelajaran, guru mampu mengelola kelas dengan baik,
guru mampu memilih dan memanfaatkan metode, media dan sumber belajar.
d.
Kompetensi sosial
Yaitu
guru mampu berhubungan dengan siapa saja dengan baik
Proses pendidikan dapat
terjadi dalam banyak situasi sosial yang menjadi ruang lingkup kehidupan
manusia. Secara garis besar proses pendidikan dapat terjadi dalam tiga
lingkungan pendidikan yang terkenal dengan sebutan Tri pusat Pendidikan.
Tri pusat Pendidikan,
yaitu: Pendidikan di dalam Keluarga (Pendidikan Informal), Pendidikan di dalam
Sekolah (Pendidikan Formal), Pendidikan di dalam Masyarakat (Pendidikan Non
Formal). Ketiga lingkungan pendidikan tersebut seharusnya tidak memaksakan
kehendak anak dalam belajar. Karena belajar yang sejati bukanlah mengejar nilai
yang baik dan untuk kepentingan tertentu saja. Belajar sejati adalah belajar
sesuai ketertarikan dan keinginan untuk menghasilkan manusia yang bermanfaat
bagi sesamanya.
Sudah disebutkan bahwa
faktor guru merupakan faktor yang paling berpengaruh, seperti dikemukakan tokoh
pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara bahwa guru harus
Ing
Ngarso Sung Tulodo: Di depan seorang Guru harus dapat
memberikan contoh atau Teladan yang baik kepada siswa-siswinya. Ing Madya Mangun Karso: Di Tengah atau
bersama-sama dengan Siswa, Seorang guru diharapkan dapat aktif bekerjasama
dengan Siswa dalam Usaha mencapai tujuan pendidikan. Tut Wuri Handayani: Di Belakang, Seorang Guru harus mampu
mengarahkan dan Memotivasi peserta Didik agar dapat mencapai hasil belajar yang
optimal.
Apabila 3 Asas tersebut
dilaksanakan insyallah tujuan pendidikan yang termuat di UUD 1945 alinea 4 bisa
tercapai. Pendidikan di indonesia semakin maju dan tidak banyak lagi koruptor yang
merugikan negara dan orang lain
Guru
merupakan ujung tombak dari semua hal yang dapat merubah keburukan menjadi
kebaikan. Mental manusia yang baik, sikap moral yang baik, berbudi pekerti
luhur serta ilmu yang banyak dan bermanfaat dapat di ciptakan sejak dari
tingkat pendidikan dasar. Semoga guru tidak hanya berpatokan kepada kurikulum
tetapi juga memperhatikan apa yang di sebut sebagai “Belajar Sejati”.